Pengantar
Tulisan ini terinspirasi dari pertanyaan salah satu OMK Paroki Salib Suci Alas, saat animasi OMK, Sabtu, 27 April 2024. Inti dari pertanyaan itu adalah tentang OMK, Cinta dan Moral.
Rasanya biasa-biasa saja, tetapi kalau mau direnungkan, temuan maknanya berdaya inspirasi bagi OMK ketika hendak membangun relasi sebagai orang muda. Bahwasannya, OMK perlu membangun relasi tetapi relasi itu harus dibangun di atas fondasi cinta dan moral.
OMK dan Cinta
Apa itu cinta? Cinta merupakan daya dorong kesadaran dan ungkapan kedalaman rasa. Ini merupakan aspek internal dari cinta. Sementara aspek eksternal dari cinta, sasarannya bisa berupa subjek dan atau objek. Pada sasaran subjek, cinta merupakan ekspresi rasa martabat terhadap seseorang (cinta berdimensi siapa). Sementara pada sasaran objek, cinta merupakan ekspresi rasa bermartabat terhadap lingkungan sekitar (cinta berdimensi apa).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hubungan antara OMK dan cinta terletak pada kualitas kedalaman rasa. Bahwa kedalaman rasa martabat OMK merupakan dasar baginya untuk berbagi kepada sesamanya dan berbagi dengan sesamanya. Itu berarti, relasi yang dibangun oleh OMK dan antar sesama OMK, sekaligus menandai martabat manusia sebagai dasar dan poros baginya untuk membangun relasi. Dengan demikian, tidak ada tempat bagi rasa egois dan mental pragmatis dalam membangun relasi.
Bagaimana seharusnya OMK membangun relasi cinta? Perlu dipastikan bahwa sebuah relasi tidak boleh dibangun di atas dasar keinginan hedonis, pragmatis, materialis, dan jasmaniah semata. Jika demikian, dipastikan bahwa relasi semacam itu, tidak dapat bertahan. Mengapa?
Beberapa alasan di bawah ini, dapat membantu.
Yang Pertama; Alasan Menolak Hedonisme
Hedonisme merupakan paham yang mengagungkan kesenangan dan kenikmatan. Bahwa dari sesuatu yang nikmat, kenyataan seperti itu dijadikan sebagai dasar untuk membangun relasi. Artinya relasi itu dibangun karena kenikmatan dan hanya dapat bertahan apabila kenikmatan tetap tersuguh. Apabila kenikmatan itu, suguhannya dihentikan, maka besar kemungkinan, sebuah relasi dapat berhenti. Relasi semacam ini, tidak dapat bertahan dan tidak dapat dipertahankan. Kenikmatan hilang, relasi pun bakal hilang. Sementara, yang namanya relasi, perlu dibangun di atas dasar yang kuat dan tahan lama.
Yang Kedua; Menolak Pragmatisme
Pragmatisme merupakan paham yang sangat menekankan gaya berpikir sempit dan instant memanfaatkan orang lain demi kenikmatan dan kesenangan pribadi. Relasi yang dibangun di atas dasar seperti ini, berdampak sangat negatif terhadap daya tahan relasi. Mengapa? karena yang namanya relasi, tidak baik kalau orang lain dimanfaatkan untuk memperoleh kesenangan pribadi. Selama kegilaan memanfaatkan itu masih berlangsung aman, barangkali relasi itu baik-baik saja. Apabila, unsur memperoleh keuntungan itu memudar atau bahkan hilang, relasi semacam itu, berpotensi tidak bertahan dan berhenti. Relasi semacam ini tidak cocok bagi OMK.
Yang Ketiga ; Menolak Materialisme
Materialisme merupakan paham yang sangat mengagungkan materi – benda (harta-financial). Relasi berdasarkan paham ini berarti relasi itu terjadi karena daya tarik materi, financial dan kekayaan bendawi. Relasi semacam ini berisiko. Apabila daya tarik itu pudar, besar potensi, relasi tidak dapat bertahan. Relasi semacam ini tidak cocok bagi OMK.
Yang Keempat; Menolak Motivasi Jasmaniah Semata
Relasi jasmaniah ini menunjuk pada daya tarik jasmani. Sebut saja kecantikan dan kegantengan wajah. Ataupun perawakan fisik. Apabila terdapat peristiwa kecelakaan pada seseorang yang menyebabkan wajah rusak ataupun perawakan fisiknya menjadi tidak normal seperti biasanya, besar kemungkinan daya tarik akan pudar. Relasi semacam ini, tentu tidak cocok bagi OMK.
Lantas relasi macam mana?
Relasi Timbul karena Kualitas Kesadaran se-Martabat dalam Diri Setiap Insan
Relasi merupakan sebuah sikap untuk menegaskan bahwa seseorang itu bermartabat. Melalui relasi, kedalaman rasa martabat dalam diri seseorang diangkat dan ditegaskan sebagai nilai yang sama terhadap setiap insan. Relasi semacam ini cocok bagi OMK, karena menempatkan persekutuan insan-insan sebagai sesama yang bermartabat. Persekutuan yang tercipta itu, bersumber dari kesadaran akan pentingnya nilai saling menghormati dan menghargai sebagai pribadi.
Apabila OMK….
Apabila OMK membangun relasi atas kualitas kesadaran se-martabat, di sana terdapat penegasan bahwa relasi itu takkan pudar. Relasi itu dapat pudar, kecuali terlebih dahulu, martabat yang dimilikinya pudar. Sementara, hal itu tidak mungkin. Maka, kalau terdapat relasi yang dibangun di atas dasar, yang bukan martabat, relasi semacam itu, bertentangan dengan kualitas martabat dalam diri orang itu.
OMK dan Moral
Sebutan kata moral menunjuk pada baik buruknya sesuatu. Kepada seseorang, disebut bermoral, apabila ia berbuat baik. Sebaliknya, ia disebut tidak bermoral, apabila ia berbuat buruk. Prinsip universal yang penting bagi moral ialah lakukan yang baik dan hindari yang jahat.
Antara yang baik dan yang jahat, ke manakah OMK harus berkiprah?
Tentu jawabannya ialah OMK harus bermoral, atau dalam sebutan kekiniannya ialah berkarakter.
Bagaimana OMK harus bermoral? Jaminan bagi kualitas moralitasnya ialah bahwa moral didasarkan pada cinta yang benar. Cinta yang benar didasarkan pada nilai martabat. Bahwasannya bermoral harus merupakan ekspresi rasa cinta, dan itulah perbuatan baik yang sesungguhnya.
Cinta tanpa moral akan terjebak pada cinta buta dan cinta membabi buta (asal-asalan dan bisa menghalalkan kekerasan). Moral tanpa cinta, akan terjebak pada permainan kata semata dan perbuatan asal gue senang dan asal bapak senang. Dengan demikian, antara cinta dan moral, erat kaitannya. Cinta memberi kualitas rasa memiliki martabat sebagai motor penggerak dalam merasa dan bertindak secara moral, sementara moral memberi aspek faktual bagi cinta, sebagai wujud nyata cinta. Artinya, cinta harus bermoral. Cinta yang bermoral, didasarkan pada kebenaran dan keadilan. Cinta dalam budaya tanpa kebenaran akan menghadapi resiko berat, di mana tindakan yang dilakukan sebagai cinta, tidak dapat terkategori sebagai tindakan moral, karena hanya sekedar perasaan sentimental dan perasaan psikologi semata.
Penulis : RD. Yudel Neno
Penulis : Yudel Neno