Pendidikan sebagai Media Pengembangan Dialog Integral: Pendekatan Filosofis Deskriptif-Eksposisif

- Penulis

Selasa, 26 November 2024 - 08:52 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

LopoNTT.comRm. Yudel Neno, Pr – Pendidikan sebagai Media Pengembangan Dialog Integral: Pendekatan Filosofis Deskriptif-Eksposisif

Pendahuluan : Pendidikan sebagai Proses Integrasi Keutuhan Manusia

Manusia adalah makhluk integral, di mana keberadaannya merupakan kesatuan tak terpisahkan antara tubuh (fisik) dan jiwa (spiritual). Dalam konteks keberadaan integral ini, manusia tidak hanya menjadi objek biologis tetapi juga subjek moral, intelektual, dan sosial. Konsep integralitas ini mengimplikasikan bahwa proses pendidikan tidak dapat hanya menitikberatkan pada salah satu aspek saja, melainkan harus mencakup keseluruhan keberadaan manusia.

Pendidikan integral hadir sebagai media yang memungkinkan manusia mencapai kesadaran penuh atas eksistensinya. Dalam pendidikan ini, manusia tidak sekadar dipandang sebagai “alat” untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan sebagai tujuan itu sendiri—entitas utuh yang memiliki martabat dan kebebasan. Dalam dinamika modern, pendidikan integral juga dihadapkan pada tantangan globalisasi, revolusi digital, dan krisis nilai yang berpotensi mengikis keutuhan manusia. Oleh karena itu, pendidikan karakter berbasis dialogis dan etis menjadi krusial untuk membangun generasi yang bermartabat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pendidikan karakter yang dimulai sejak 2010 di Indonesia menunjukkan adanya kesadaran kolektif terhadap pentingnya pendidikan yang tidak hanya fokus pada pencapaian akademik tetapi juga pembentukan karakter. Namun, pendekatan ini harus dilandasi oleh kerangka filosofis yang mengintegrasikan nilai-nilai humanistik dan etika universal.

Pendidikan Berkarakter Dialogis-Etis: Suatu Refleksi Filosofis

Pendidikan yang dialogis dan etis tidak hanya berfungsi untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga untuk menciptakan ruang di mana manusia dapat membebaskan dirinya dari segala bentuk keterbatasan yang tidak bernilai. Dalam konteks ini, gagasan Paulo Freire tentang “pendidikan pembebasan” menjadi sangat relevan. Freire menegaskan bahwa pendidikan harus membangun kesadaran kritis (critical consciousness) di mana guru dan murid tidak lagi dipandang sebagai pihak superior dan inferior, melainkan sebagai mitra sejajar yang bekerja bersama untuk menemukan kebenaran.

Dialog sebagai Sarana Pembebasan

Dialog bukan sekadar percakapan tetapi adalah logos yang menghubungkan akal budi manusia dengan nilai-nilai kebenaran. Dalam pendidikan dialogis, guru dan murid terlibat dalam proses intersubjektif di mana keduanya menjadi subjek yang saling melengkapi. Dialog ini harus bersifat etis, artinya didasarkan pada penghormatan terhadap martabat manusia, serta mengedepankan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kebebasan.

Aspek Pengembangan dalam Pendidikan Dialogis-Etis

Pendidikan yang dialogis-etis mencakup tiga dimensi utama pengembangan manusia:

Kognitif

Mengembangkan daya pikir kritis, kemampuan analisis, dan refleksi intelektual. Dalam pendidikan dialogis, diskusi yang mendalam dan logis menjadi sarana untuk melatih peserta didik mengenali, memahami, dan mengevaluasi realitas.

Afeksional

Memupuk empati, sensitivitas emosional, dan hubungan antarpribadi yang harmonis. Pendidikan dialogis harus melibatkan realitas kehidupan yang mampu menyentuh sisi afektif manusia, sehingga peserta didik tidak hanya berpikir tetapi juga merasakan nilai-nilai moral.

Konatif dan Psikomotorik

Membentuk kebebasan kehendak yang terwujud dalam tindakan nyata. Pendidikan tidak hanya berakhir pada ranah intelektual tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang mencerminkan tanggung jawab moral dan sosial.

Dialog sebagai Metode Integral

Metode dialogis-etis melibatkan komunikasi intersubjektif yang mendorong peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan potensi dirinya. Dialog ini harus melibatkan pendekatan kritis untuk aspek kognitif, analisis empati untuk aspek afeksional, dan penekanan moral untuk aspek konatif. Dengan demikian, pendidikan menjadi sarana transformasi diri dan masyarakat.

Pendidikan Bermuara pada Actus Humanus: Sebuah Pendekatan Filosofis

Dalam filsafat moral, actus humanus dan actus hominis menjadi dua konsep yang membedakan tindakan manusia berdasarkan kesadarannya. Actus humanus adalah tindakan yang dilakukan secara sadar, bebas, dan bertanggung jawab, sedangkan actus hominis adalah tindakan yang bersifat mekanis dan tidak mencerminkan kesadaran moral. Pendidikan harus berorientasi pada pembentukan individu yang mampu bertindak berdasarkan actus humanus.

Kehendak Bebas sebagai Dasar Actus Humanus

Kebebasan manusia tidak hanya berarti kebebasan dari tekanan eksternal, tetapi juga kebebasan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral. Kehendak bebas yang terarah pada kebaikan merupakan dasar dari actus humanus. Pendidikan harus membimbing peserta didik untuk mengenali, menginginkan, dan memilih tindakan yang mencerminkan tanggung jawab moral.

Pengetahuan sebagai Pendorong Tindakan

Pengetahuan intelektual harus diterjemahkan menjadi kebijaksanaan praktis. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk memberikan informasi tetapi juga untuk membentuk karakter yang bijaksana, di mana peserta didik mampu mengintegrasikan pengetahuan dengan tindakan moral.

Tanggung Jawab sebagai Hasil Pendidikan

Tanggung jawab merupakan inti dari tindakan moral. Pendidikan yang baik harus menghasilkan individu yang tidak hanya mampu bertindak tetapi juga siap menanggung konsekuensi dari tindakannya. Dengan demikian, actus humanus menjadi indikator keberhasilan pendidikan dalam membentuk manusia yang integral.

Pembathinan Pendidikan Dialog Integral dan Actus Humanus

Pendidikan sebagai media dialog integral tidak hanya menciptakan ruang untuk belajar tetapi juga ruang untuk merenungkan makna keberadaan manusia. Melalui pendekatan ini, pendidikan mengarahkan manusia pada kebebasan yang bertanggung jawab—bebas dari segala bentuk penindasan dan bebas untuk bertindak demi kebaikan.

Dalam konteks filsafat eksistensial, dialog integral ini mengandung dua dimensi utama:

Dimensi Autentik

Mengarahkan peserta didik untuk memahami diri mereka sendiri sebagai makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas eksistensinya.

Dimensi Interaktif

Mendorong kolaborasi antara pendidik dan peserta didik untuk membangun kesadaran kolektif atas nilai-nilai moral yang universal.

Penutup

Pendidikan sebagai media pengembangan dialog integral adalah proses pemanusiaan manusia. Melalui pendidikan, manusia diajak untuk sadar akan martabatnya sebagai makhluk yang bebas, bermoral, dan bertanggung jawab. Proses ini tidak hanya membentuk individu tetapi juga menciptakan masyarakat yang menghormati nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan solidaritas.

Dialog integral menjadi sarana utama dalam pendidikan untuk mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan manusia, baik intelektual, emosional, maupun moral. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana pembelajaran tetapi juga sebagai ruang transformasi diri menuju kebijaksanaan hidup yang sejati.

 

Daftar Pustaka :

Suparno, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Klau, Fauk Nelson. Pendidikan Integral: Pendidikan yang Memahami Manusia. Kupang: PT Grafika Timor Idaman, 2006.

Syukur, Dister Niko. Filsafat Kebebasan. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Hadis, Abdul. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2008.

Aunillah, Isna Nurla. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana, 2011.

Azzet, Muhaimin Akhmad. Pendidikan yang Membebaskan. Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011.

Huijbers, Theo. Manusia Merenungkan Makna Hidupnya. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Driyarkara, Nicolaus. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius, 1969.

Snijders, Adelbert. Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan. Yogyakarta: Kanisius, 2004

Facebook Comments Box

Penulis : Rm. Yudel Neno, Pr

Editor : Tim

Berita Terkait

Mengukir Makna Mengenang Lima Tahun Imamat
Berikanlah dengan Cuma-Cuma; Sebuah Refleksi Spiritual di HUT ke-60 Romo Herman Punda Panda
Diam Bersama dengan Rukun
Semarak Bulan Bahasa Nasional Tahun 2024 dan Partisipasi Siswa-Siswi SMAN Pantura
Pantura State Senior High School Holds English Debate Competition
Menenun Mutiara di Balik Kegiatan OGF Unio Regio Nusra
Kerajaan Allah Ibarat Biji Sesawi dan Hikmahnya Bagi Giat OMK
Berita ini 15 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 26 November 2024 - 08:52 WITA

Pendidikan sebagai Media Pengembangan Dialog Integral: Pendekatan Filosofis Deskriptif-Eksposisif

Kamis, 21 November 2024 - 08:27 WITA

Mengukir Makna Mengenang Lima Tahun Imamat

Kamis, 31 Oktober 2024 - 05:33 WITA

Diam Bersama dengan Rukun

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 04:06 WITA

Semarak Bulan Bahasa Nasional Tahun 2024 dan Partisipasi Siswa-Siswi SMAN Pantura

Jumat, 25 Oktober 2024 - 02:45 WITA

Pantura State Senior High School Holds English Debate Competition

Berita Terbaru

Curah Pikir

Memahami Negosiasi dan Konfrontasi dalam Interaksi Sosial

Senin, 2 Des 2024 - 00:39 WITA

Profil

Menggali Nilai Terpendam di Pedalaman Bubursikun

Minggu, 24 Nov 2024 - 11:04 WITA

Organisasi

Ratusan Calon Anggota PMKRI Cabang Kefamenanu Ikut MPAB di Oebubun

Sabtu, 23 Nov 2024 - 14:19 WITA

Refleksi

Mengukir Makna Mengenang Lima Tahun Imamat

Kamis, 21 Nov 2024 - 08:27 WITA