LopoNTT.com – Tanggung Jawab untuk Masuk Kembali ke dalam “gua” a lla Plato – #filsafat_untuk_semua – oleh Rm. Patris Sixtus Bere, Projo
Manusia dalam Gua
Plato memulai buku VII Politeia dengan satu gambaran tentang sekelompok orang yang hidup di dalam gua. Mereka terikat sehingga hanya dapat melihat bayangan yang dipantulkan di dinding gua dari sumber api di belakang mereka. Bayangan ini adalah satu-satunya realitas yang mereka pahami.
Pada suatu hari yang baik, salah satu tawanan berhasil bebas dan keluar dari gua menuju terang matahari. Awalnya ia merasa silau, tetapi kemudian ia mulai terbiasa dengan keadaan dan bisa memahami dunia nyata yang lebih besar di luar bayangan. Akhirnya, ia menyadari bahwa “matahari” adalah sumber semua kebenaran dan pengetahuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kisah yang menjadi permainan ide Plato di atas, melambangkan dunia fenomena, yang penuh dengan ilusi dan ketidaktahuan. Sedangkan cahaya Matahari adalah simbol “Ide Kebaikan” yang merupakan bentuk tertinggi dari pengetahuan dalam filsafat Plato. Ide ini dijelaskan Plato dalam seluruh bukunya dengan detail yang luar biasa untuk memperluas gagasan kita.
Perjalanan keluar dari gua menggambarkan proses pendidikan dari ketidaktahuan menuju pemahaman akan kebenaran. Sedangkan kembalinya orang yang dibebaskan ke dalam gua menggambarkan kewajiban para filsuf untuk menggunakan pengetahuan mereka demi menerangi orang lain dan melayani masyarakat.
Pendakian kepada Sumber Pengetahuan
Plato menjelaskan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan “perubahan jiwa” menuju kepada kebenaran dan dunia ide. Untuk maksud itu, diperlukan pendidikan yang ketat. Plato memaksudkan perlunya pendidikan matematika yakni geometri, astronomi, dan akhirnya seni dialektika. Ketiganya bertujuan untuk memahami “Ide Kebaikan” yang menjadi dasar kebenaran dan keadilan.
Geometri, Astronomi dan Dialektika
Plato melihat pendidikan dalam matematika, astronomi, dan dialektika sebagai fondasi untuk pengembangan intelektual dan moral seorang filsuf sebagai pemimpin sejati dalam negara idealnya.
Dengan mempelajari Geometri, pemimpin atau calon pemimpin, termasuk para pengawal yang mempelajari seni perang akan meningkatkan kemampuan berpikir logis dengan bantuan angka-angka yang membantu pengambilan keputusan penting. Dengan bantuan perhitungan dan angka, mereka bisa mengenali prinsip-prinsip universal. Ini sekaligus menjadi jembatan jiwa menuju pemahaman akan dunia ide.
Para pemimpin atau calon pemimpin yang mendalami ilmu Astronomi akan memahami gerakan dan keteraturan alam semesta. Pengetahuan akan musim dan pergerakan waktu dan tahun, cuaca dan lain sebagainya bukan hanya membantu keberhasilan dalam bidang pertanian dan perjalanan laut, tetapi juga membantu keberhasilan dalam seni perang. Pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Astronomi, membantu jiwa memahami harmoni dan keadilan kosmis.
Kedua ilmu di atas harus terarah kepada Dialektika yang merupakan bentuk pendidikan tertinggi, yang memungkinkan manusia untuk melampaui dunia fenomena dan memahami kebenaran sejati.Dialektika adalah kemampuan untuk memahami “ide Kebaikan” sebagai dasar dalam membuat keputusan yang adil.
Masuk lagi ke “Gua”
Meskipun filsuf dapat menikmati kebahagiaan dari pengetahuan kontemplatif, mereka memiliki kewajiban moral untuk kembali ke masyarakat dan menggunakan pengetahuan mereka untuk kebaikan bersama. Ada kemungkinan mereka ditolak bahkan dihancurkan karena gagasan perubahan mereka. Ada sekelompok orang yang tidak bisa lepas dari dunia fenomena. Mereka tidak bisa terlepas dari “cerminan” realitas yang sesungguhnya, yang dibawa oleh para filsuf yang telah tercerahkan oleh “matahari” pengetahuan.
Masalahnya bukan di situ, yakni pada penolakan. Masalahnya justru terletak pada filsuf yang tidak mau kembali ke gua dengan semua resiko penolakannya. Bila mereka sukses, mereka akan dikenang. Selamanya di tempat yang suci dan seharusnya.
Pulau “Makarios”
Menurut ramalan Pythia, pemimpin yang memiliki keutamaan akan diakui oleh para dewa di Pulau Makarios setelah kematian mereka. Pulau ini adalah ibarat “Elysium” dalam mitologi Yunani yang menjadi hunian terakhir para pahlawan dan pemimpin mulia yang telah menyelesaikan misinya di dunia real. Inilah penghargaan untuk hidup yang adil dan pencarian kebijaksanaan.
Penulis : Rm. Patris Sixtus Bere, Projo
Editor : Rm. Yudel Neno, Pr
Sumber Berita : Rm. Sixtus Bere, Projo