Jurnalisme
Media Kompas.com dalam artikel berjudul Jurnalisme: Pengertian dan Tujuannya, 07/02/2023, pada rumusan akhir setelah membeberkan beberapa kutipan, mengartikan Jurnalisme sebagai proses penghimpunan berita, pencarian fakta, dan pelaporan peristiwa kepada publik. Tugas ini melekat dalam diri seorang wartawan.
Menyebut wartawan, pikiran kita segera tertuju pada dunia tulis-menulis (reading, writting) dan dunia liput-meliput (audio-visual).
Kalau kita teliti kecenderungan banyak penulisan media saat ini, kita akan temukan, betapa banyaknya berita hoax, sinis dan fakenews berhasil disebarkan. Mudah saja rasanya untuk menciptakan kebohongan. Sikap sinis lebih banyak dimainkan dari pilihan mencerdaskan publik dengan nilai etiket jurnalistik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada dua kata menarik untuk dibahas yakni sinis dan skeptis.
Yang pertama : Sinis
Sinis berarti memandang rendah. Atau juga bersikap meremehkan. Yang kedua :
Yang kedua : Skeptis
Skeptis berarti meragukan atau tidak percaya.
Terhadap dua kata di atas, dalam kontribusinya dalam dunia jurnalisme, terdapat komentar beberapa pemikir
Yang pertama
Oscar Wilde (Oscar Fingal O’Flahertie Wills Wilde adalah seorang novelis, dramawan, penyair, dan cerpenis asal Irlandia), pernah mengatakan “Sikap skeptis adalah awal dari kepercayaan, sedangkan sikap sinis adalah orang yang tahu mengenai harga (price) tetapi yang sama sekali tidak tahu mengenai nilai (value).
Yang kedua
Sedangkan menurut Vartan Gregorian dari Brown University, mengatakan bahwa sikap sinis adalah kegagalan manusia yang paling korosif karena menyebar kecurigaan dan ketidakpercayaan, mengecilkan arti harapan dan merendahkan nilai idealism
Yang ketiga
Henry Louis Mencken adalah seorang jurnalis Amerika, penulis esai, satiris, kritikus budaya, dan sarjana bahasa Inggris Amerika : “ Sikap sinis itu seperti orang, yang ketika mencium keharuman bunga, justru matanya melihat ke sekelilingnya mencari peti mati (A cynic is a man who, when he smells flowers, looks around for a coffin).
Pentingnya Sikap Skeptis
Sikap sinis memperpuruk situasi. Akibatnya, publikasi kehilangan daya serap. Publik yang merasa disinis, bakal tidak tertarik mengakes informasi. Sementara jurnalisme menekankan ciri publikasi, sikap sinis mengalihkan daya serapa, skeptisnya seorang wartawan merupakan daya penyelamat bagi kebenaran publikasi.
Luwi Ishwara, dalam bukunya Jurnalisme Dasar, Seri Jurnalistik Kompas menulis sebuah semboyan bernas, demikian : skeptis itulah ciri khas jurnalisme. Hanya dengan bersikap skeptis, sebuah media dapat hidup.
Menurut Luwi, sikap skeptis penting. Pentingnya ialah seorang penulis, sebelum menulis, ia perlu meragukan sebuah informasi. Sikap ragu itu menuntunnya untuk mencari, melakukan analisis (investigasi-interogasi) hingga menemukan yang benar. Kebenaran sebagai hasil temuan itulah yang harus dipublikasikan dan dishare sebagai pengetahuan dan kontribusi bagi publik demi merawat kebaikan bersama.
Sambil mempedomani istilah cheerleader complex (cetusan John Hohenberg), Luwi mengatakan bahwa sikap skeptis harus merupakan sikap penting dalam jurnalisme. Sikap skeptis menempatkan si penulis menjadi subjek pengendali dalam mencari dan menemukan substansi informasi. Substansi informasi yang benar membuka peluang bagi inpirasi dan transformasi publik.
Ide penting bagi para wartawan dalam karya jurnalisme, diungkapkan Josep Pulitzer (Jurnalis Hungaria-Amerika). Menurutnya, sebuah surat kabar tidak akan pernah menjadi besar, dengan hanya sekedar mencetak selebaran-selebaran yang disiarkan oleh pengusaha maupun tokoh-tokoh politik dan meringkas tentang apa yang terjadi setiap hari. Tambahnya lagi, wartawan harus terjun ke lapangan, berjuang dan menggali hal-hal yang ekslusif. Sebab, ketidaktahuan membuka kesempatan korup sedangkan pengungkapan mendorong perubahan.
Apa yang dikatakan Penulis Luwi, sebetulnya merupakan jabaran dari inti cheerleader complex, dimana wartawan dalam karya jurnalisme, lebih cenderung hura-hura mengikuti arus yang sudah ada, puas dengan apa yang ada, puas dengan permukaan sebuah peristiwa, serta enggan mengingatkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat.
Pentingnya sikap skeptis atau dalam paham filsafat disebut skeptisisme, lama sebelumnya telah dikemukan oleh Filsuf asal Prancis; Rene Descartes dengan istilah dubium metodicum atau dalam bahasa Inggris kita sebut methodicum doubth. Intinya ialah segala sesuatu perlu diragukan bukan untuk diabaikan melainkan untuk diseleksi hingga menemukan kebenarannya.
Pernyataan Descartes memberi kontribusi besar bagi dunia Filsafat. Bahwasannya, segala sesuatu perlu diragukan sebagai pintu masuk untuk mencari hingga menemukan kebenaran. Karena inilah, maka dikatakan bahwa meragukan merupakan sebuah sikap banter memasuki kebijaksanaan.
oleh RD. Yudel Neno