LopoNTT.com – Rm. Yudel Neno, Pr – Pendidikan sebagai Media Pengembangan Dialog Integral: Pendekatan Filosofis Deskriptif-Eksposisif
Pendahuluan : Pendidikan sebagai Proses Integrasi Keutuhan Manusia
Manusia adalah makhluk integral, di mana keberadaannya merupakan kesatuan tak terpisahkan antara tubuh (fisik) dan jiwa (spiritual). Dalam konteks keberadaan integral ini, manusia tidak hanya menjadi objek biologis tetapi juga subjek moral, intelektual, dan sosial. Konsep integralitas ini mengimplikasikan bahwa proses pendidikan tidak dapat hanya menitikberatkan pada salah satu aspek saja, melainkan harus mencakup keseluruhan keberadaan manusia.
Pendidikan integral hadir sebagai media yang memungkinkan manusia mencapai kesadaran penuh atas eksistensinya. Dalam pendidikan ini, manusia tidak sekadar dipandang sebagai “alat” untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan sebagai tujuan itu sendiri—entitas utuh yang memiliki martabat dan kebebasan. Dalam dinamika modern, pendidikan integral juga dihadapkan pada tantangan globalisasi, revolusi digital, dan krisis nilai yang berpotensi mengikis keutuhan manusia. Oleh karena itu, pendidikan karakter berbasis dialogis dan etis menjadi krusial untuk membangun generasi yang bermartabat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pendidikan karakter yang dimulai sejak 2010 di Indonesia menunjukkan adanya kesadaran kolektif terhadap pentingnya pendidikan yang tidak hanya fokus pada pencapaian akademik tetapi juga pembentukan karakter. Namun, pendekatan ini harus dilandasi oleh kerangka filosofis yang mengintegrasikan nilai-nilai humanistik dan etika universal.
Pendidikan Berkarakter Dialogis-Etis: Suatu Refleksi Filosofis
Pendidikan yang dialogis dan etis tidak hanya berfungsi untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga untuk menciptakan ruang di mana manusia dapat membebaskan dirinya dari segala bentuk keterbatasan yang tidak bernilai. Dalam konteks ini, gagasan Paulo Freire tentang “pendidikan pembebasan” menjadi sangat relevan. Freire menegaskan bahwa pendidikan harus membangun kesadaran kritis (critical consciousness) di mana guru dan murid tidak lagi dipandang sebagai pihak superior dan inferior, melainkan sebagai mitra sejajar yang bekerja bersama untuk menemukan kebenaran.
Dialog sebagai Sarana Pembebasan
Dialog bukan sekadar percakapan tetapi adalah logos yang menghubungkan akal budi manusia dengan nilai-nilai kebenaran. Dalam pendidikan dialogis, guru dan murid terlibat dalam proses intersubjektif di mana keduanya menjadi subjek yang saling melengkapi. Dialog ini harus bersifat etis, artinya didasarkan pada penghormatan terhadap martabat manusia, serta mengedepankan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kebebasan.
Aspek Pengembangan dalam Pendidikan Dialogis-Etis
Pendidikan yang dialogis-etis mencakup tiga dimensi utama pengembangan manusia:
Kognitif
Mengembangkan daya pikir kritis, kemampuan analisis, dan refleksi intelektual. Dalam pendidikan dialogis, diskusi yang mendalam dan logis menjadi sarana untuk melatih peserta didik mengenali, memahami, dan mengevaluasi realitas.
Afeksional
Memupuk empati, sensitivitas emosional, dan hubungan antarpribadi yang harmonis. Pendidikan dialogis harus melibatkan realitas kehidupan yang mampu menyentuh sisi afektif manusia, sehingga peserta didik tidak hanya berpikir tetapi juga merasakan nilai-nilai moral.
Konatif dan Psikomotorik
Membentuk kebebasan kehendak yang terwujud dalam tindakan nyata. Pendidikan tidak hanya berakhir pada ranah intelektual tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang mencerminkan tanggung jawab moral dan sosial.
Dialog sebagai Metode Integral
Metode dialogis-etis melibatkan komunikasi intersubjektif yang mendorong peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan potensi dirinya. Dialog ini harus melibatkan pendekatan kritis untuk aspek kognitif, analisis empati untuk aspek afeksional, dan penekanan moral untuk aspek konatif. Dengan demikian, pendidikan menjadi sarana transformasi diri dan masyarakat.
Pendidikan Bermuara pada Actus Humanus: Sebuah Pendekatan Filosofis
Dalam filsafat moral, actus humanus dan actus hominis menjadi dua konsep yang membedakan tindakan manusia berdasarkan kesadarannya. Actus humanus adalah tindakan yang dilakukan secara sadar, bebas, dan bertanggung jawab, sedangkan actus hominis adalah tindakan yang bersifat mekanis dan tidak mencerminkan kesadaran moral. Pendidikan harus berorientasi pada pembentukan individu yang mampu bertindak berdasarkan actus humanus.
Kehendak Bebas sebagai Dasar Actus Humanus
Kebebasan manusia tidak hanya berarti kebebasan dari tekanan eksternal, tetapi juga kebebasan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral. Kehendak bebas yang terarah pada kebaikan merupakan dasar dari actus humanus. Pendidikan harus membimbing peserta didik untuk mengenali, menginginkan, dan memilih tindakan yang mencerminkan tanggung jawab moral.
Pengetahuan sebagai Pendorong Tindakan
Pengetahuan intelektual harus diterjemahkan menjadi kebijaksanaan praktis. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk memberikan informasi tetapi juga untuk membentuk karakter yang bijaksana, di mana peserta didik mampu mengintegrasikan pengetahuan dengan tindakan moral.
Tanggung Jawab sebagai Hasil Pendidikan
Tanggung jawab merupakan inti dari tindakan moral. Pendidikan yang baik harus menghasilkan individu yang tidak hanya mampu bertindak tetapi juga siap menanggung konsekuensi dari tindakannya. Dengan demikian, actus humanus menjadi indikator keberhasilan pendidikan dalam membentuk manusia yang integral.
Pembathinan Pendidikan Dialog Integral dan Actus Humanus
Pendidikan sebagai media dialog integral tidak hanya menciptakan ruang untuk belajar tetapi juga ruang untuk merenungkan makna keberadaan manusia. Melalui pendekatan ini, pendidikan mengarahkan manusia pada kebebasan yang bertanggung jawab—bebas dari segala bentuk penindasan dan bebas untuk bertindak demi kebaikan.
Dalam konteks filsafat eksistensial, dialog integral ini mengandung dua dimensi utama:
Dimensi Autentik
Mengarahkan peserta didik untuk memahami diri mereka sendiri sebagai makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas eksistensinya.
Dimensi Interaktif
Mendorong kolaborasi antara pendidik dan peserta didik untuk membangun kesadaran kolektif atas nilai-nilai moral yang universal.
Penutup
Pendidikan sebagai media pengembangan dialog integral adalah proses pemanusiaan manusia. Melalui pendidikan, manusia diajak untuk sadar akan martabatnya sebagai makhluk yang bebas, bermoral, dan bertanggung jawab. Proses ini tidak hanya membentuk individu tetapi juga menciptakan masyarakat yang menghormati nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan solidaritas.
Dialog integral menjadi sarana utama dalam pendidikan untuk mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan manusia, baik intelektual, emosional, maupun moral. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana pembelajaran tetapi juga sebagai ruang transformasi diri menuju kebijaksanaan hidup yang sejati.
Daftar Pustaka :
Suparno, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Klau, Fauk Nelson. Pendidikan Integral: Pendidikan yang Memahami Manusia. Kupang: PT Grafika Timor Idaman, 2006.
Syukur, Dister Niko. Filsafat Kebebasan. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Hadis, Abdul. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2008.
Aunillah, Isna Nurla. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana, 2011.
Azzet, Muhaimin Akhmad. Pendidikan yang Membebaskan. Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011.
Huijbers, Theo. Manusia Merenungkan Makna Hidupnya. Yogyakarta: Kanisius, 1986.
Driyarkara, Nicolaus. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius, 1969.
Snijders, Adelbert. Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan. Yogyakarta: Kanisius, 2004
Penulis : Rm. Yudel Neno, Pr
Editor : Tim