OPINI– LopoNTT.com – Bahasa Sebagai Kekuasaan Simbolik : Antara Dominasi Sosial Pierre Bourdieu dan Transformasi Spiritualitas dalam Perumpamaan Yesus – oleh Yudel Neno, Pr
Bahasa memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk realitas sosial dan memengaruhi kehidupan manusia. Dalam kajian sosiologi dan teologi, konsep bahasa tidak hanya dipahami sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana kekuasaan yang berakar dalam struktur sosial dan budaya. Pemikiran Pierre Bourdieu tentang bahasa sebagai kekuasaan simbolik dan penggunaan bahasa dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus dalam tradisi Kristen memberikan dua perspektif yang berbeda tetapi saling memperkaya dalam memahami hubungan antara bahasa, kekuasaan, dan kehidupan manusia.
Pierre Bourdieu, Seorang Sosiolog Prancis terkemuka, memperkenalkan konsep “kekuasaan simbolik” untuk menjelaskan bagaimana bahasa digunakan sebagai alat dominasi dalam masyarakat. Menurutnya, bahasa bukanlah media netral, melainkan instrumen yang mencerminkan dan memperkuat struktur sosial yang ada. Melalui bahasa, kelompok dominan dapat mempertahankan kekuasaan mereka dengan menetapkan standar komunikasi yang dianggap sah dan berwibawa. Kekuasaan ini tidak hanya terlihat dalam tindakan langsung, tetapi juga melalui legitimasi sosial yang seringkali disadari atau tidak disadari oleh individu dalam masyarakat. Dengan kata lain, bahasa menjadi sarana kontrol yang tersembunyi namun efektif dalam membentuk perilaku, pemikiran, dan status sosial seseorang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebaliknya, dalam tradisi Kristen, bahasa yang digunakan dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus memiliki fungsi yang berbeda. Perumpamaan-perumpamaan ini bukanlah alat untuk memperkuat struktur sosial yang mapan, melainkan sarana pembebasan, pencerahan, dan transformasi spiritual. Yesus menggunakan bahasa yang sederhana namun penuh makna, dengan tujuan menggugah kesadaran moral dan spiritual para pendengarnya. Melalui perumpamaan, Yesus membongkar nilai-nilai duniawi yang menindas dan menawarkan visi alternatif tentang Kerajaan Allah yang penuh kasih, keadilan, dan damai. Bahasanya menantang kekuasaan politik dan religius pada zamannya, menjadikannya sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap sistem yang menindas.
Meskipun keduanya berbicara tentang kekuasaan yang terkandung dalam bahasa, ada perbedaan mendasar dalam tujuan dan orientasi penggunaan bahasa tersebut. Bourdieu melihat bahasa dalam kerangka dominasi sosial dan reproduksi ketidakadilan, sementara Yesus menggunakan bahasa sebagai sarana pembebasan spiritual dan sosial. Dalam konteks praksis kehidupan manusia, analisis ini mengungkap bahwa bahasa memiliki dimensi ganda: ia dapat menjadi alat dominasi dan penindasan, tetapi juga sarana pencerahan dan pembebasan.
Dalam kajian ini, akan dianalisis secara mendalam bagaimana konsep bahasa sebagai kekuasaan simbolik dalam pemikiran Bourdieu dan bahasa perumpamaan Yesus menawarkan perspektif sosial, teologis, dan praksis yang saling melengkapi. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana kedua pendekatan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang peran bahasa dalam membentuk dan mengubah kehidupan manusia.
Bahasa sebagai Kekuasaan Simbolik (Bourdieu)
Bourdieu menekankan bahwa bahasa adalah alat dominasi yang digunakan untuk menciptakan dan memelihara kekuasaan sosial. Kekuasaan ini muncul melalui tiga komponen utama:
Komponen Pertama : Legitimasi Sosial
Legitimasi Sosial adalah proses di mana suatu tindakan, nilai, institusi, atau norma dalam masyarakat dianggap sah, benar, dan dapat diterima oleh mayoritas anggota masyarakat. Ini melibatkan pengakuan sosial yang diberikan kepada individu, kelompok, atau lembaga berdasarkan kesesuaian mereka dengan aturan, tradisi, atau standar yang diakui secara kolektif.
Bahasa yang digunakan oleh kelas dominan mendapat pengakuan dan dianggap “benar” atau “resmi.” Pengakuan itu dilandaskan pada aspek dominansinya, dan aspek dominansi itu dilihat sebagai sebuah legitimasi dan disebut sosial karena menunjuk pada banyak orang yang mendominasi.
Komponen Kedua : Modal Simbolik
Sebutan modal simbolik menunjuk pada kenyataan bahwa Penggunaan bahasa tertentu dapat meningkatkan status sosial dan mencerminkan posisi kekuasaan.
Modal Simbolik adalah konsep dalam sosiologi yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu. Modal simbolik merujuk pada sumber daya non-materi yang memberikan status, prestise, dan pengaruh sosial kepada individu atau kelompok dalam suatu masyarakat. Sumber daya ini diakui dan dihargai secara sosial, meskipun tidak memiliki nilai ekonomi langsung seperti uang atau properti.
Komponen Ketiga : Pasar Linguistik
Bahasa bernilai sesuai konteks sosial dan diukur berdasarkan standar sosial yang ditetapkan oleh kelompok dominan. Bahasa dilihat seperti pasar, di mana dapat dilihat sebagai pemilik nilai sosial tertinggi apabila digunakan pada budaya dan konteks yang tepat. Misalnya; dalam dunia akademik ; bahasa ilmiah dan formal memiliki nilai lebih tinggi daripada bahasa sehari-hari. Atau misalnya di pasar kerja internasional; seseorang yang fasih dalam bahasa inggris atau bahasa asing lainnya, yang lebih baik dan bernilai tinggi, akan memiliki peluang karir yang lebih baik.
Dalam konteks ini, bahasa bukan sekadar sarana komunikasi, tetapi alat untuk mempertahankan struktur sosial yang tidak seimbang.
Bahasa Perumpamaan Yesus: Kekuasaan dalam Kata-Kata
Yesus Kristus menggunakan bahasa dalam bentuk perumpamaan untuk mengungkapkan kebenaran spiritual dan menghadirkan Kerajaan Allah. Kekuasaan dalam bahasa Yesus memiliki ciri-ciri berikut:
Otoritas Ilahi: Bahasa Yesus bukan berasal dari pengakuan sosial, tetapi dari otoritas spiritual yang diakui oleh mereka yang mendengarnya (Matius 7:29 – “Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa”).
Transformatif: Perumpamaan Yesus tidak menciptakan dominasi sosial, tetapi mengundang transformasi hati dan perilaku. Bahasa-Nya membebaskan dan menyembuhkan, bukan menindas.
Inklusif: Berbeda dengan konsep pasar linguistik Bourdieu yang diskriminatif, perumpamaan Yesus dapat dimengerti oleh siapa saja yang terbuka terhadap pesan-Nya, baik orang kaya maupun miskin, terpelajar maupun sederhana.
Analisis Kritis: Persamaan dan Perbedaan Bahasa sebagai Kekuasaan Simbolik dan Bahasa Perumpamaan Yesus
Aspek yang pertama, dilihat dari Sumber Kekuasaan
Antara bahasa dan kekuasaan, yang menjadi sumber dalam pandang Bourdieu ialah sruktur sosial dan pengakuan simbolik. Sementara bagi Yesus, yang menjadi sumber ialah otoritas ilahi dan kebenaran spiritual
Aspek yang kedua, dilihat dari Tujuannya
Tujuan dari bahasa sebagai kekuasaan simbolik ialah untuk mempertahankan kekuasaan sosial. Sementara tujuan dari kekuasaan Yesus dalam kata-kata ialah untuk transformasi spiritual dan moral
Aspek yang ketiga, dilihat dari Dampaknya
Dampak dari penggunaan bahasa sebagai kekuasaan simbolik ialah menciptakan dominasi dan hirarki, sementara kekuasaan Yesus dalam kata-kata (perumpamaan), justru berdampak membebaskan, menyelamatkan dan memulihkan dan tidak serupa seperti pada analisis Bourdieu tentang bahasa sebagai kekuasaan simbolik.
Aspek yang keempat, dilihat dari Aksesibilitasnya
Dalam kenyataan bahasa sebagai kekuasaan simbolik, akses dibatasi oleh dan hanya kepada kelompok dominan. Sementara kuasa Yesus dalam kata-kata, berlaku dan terbuka untuk semua yang beriman
Aspek kelima, dilihat dari Sifat Bahasanya
Bahasa sebagai kekuasaan simbolik, bersifat sebagai instrumen kekuasaan simbolik. Sementara bagi Yesus, bahasa yang diungkapkanNya, disebut berkuasa karena bersifat sebagai media pewahyuan dan kasih.
Kesimpulan
Bahasa dalam konsep Bourdieu dan dalam perumpamaan Yesus mencerminkan kekuasaan, tetapi dalam paradigma yang berlawanan. Bourdieu memandang bahasa sebagai alat kekuasaan duniawi yang terikat pada struktur sosial yang hierarkis, sementara Yesus menggunakan bahasa untuk membongkar tatanan dunia yang menindas dan menghadirkan realitas Kerajaan Allah yang memerdekakan. Kekuasaan bahasa Yesus tidak mengontrol, tetapi menginspirasi dan mengubah manusia dari dalam.
Dengan demikian, analisis ini mengajarkan bahwa kekuasaan bahasa tidak netral, tetapi tergantung pada konteks, tujuan, dan sumber otoritas yang melandasinya.
Penulis: Yudel Neno, Pr
Sumber bacaan :
Buku berjudul Media Komunikasi Politik ; Relasi Kuasa Media di Panggung Politik karya Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si
Buku berjudul Bahasa dan Kekuasaan Simbolik; Mengungkap Interaksi Bahasa, Habitus dan Kekuasaan, dalam Dinamika Politik dan Sosial karya Piere Bourdieu
Penulis : Yudel Neno, Pr
Editor : Tim