LopoNTT.com – Rm. Yudel Neno, Pr – Tipologi pemilih merujuk pada berbagai kategori atau tipe pemilih yang dibedakan berdasarkan motivasi, sikap, atau pola perilaku mereka dalam memilih pada pemilu.
Bantuan berharga dari pemahaman tentang tipologi ialah membantu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan politik, terutama ketika hendak memutuskan untuk memilih dalam pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikut adalah beberapa tipe pemilih yang umumnya diidentifikasi dalam studi politik, beserta sumber-sumber yang sering membahasnya:
Pemilih Ideologis
Pemilih ideologis memilih berdasarkan keselarasan ideologi atau pandangan politik mereka dengan partai atau kandidat. Tipe pemilih ini cenderung konsisten mendukung partai atau kandidat yang sejalan dengan prinsip-prinsip politik, sosial, atau ekonomi dan prinsip ideologi (konservatisme, liberalisme dan sosialisme) yang mereka yakini.
Sumber: Lipset, S.M., “Political Man: The Social Bases of Politics,” di mana Lipset menjelaskan bahwa banyak pemilih yang tetap setia pada partai karena identitas ideologis atau kelas sosial.
Pemilih Sosiologis
Pemilih ini dipengaruhi oleh latar belakang sosialnya, seperti agama, kelas sosial, etnisitas, atau pekerjaan. Misalnya, pemilih dari komunitas tertentu mungkin memilih kandidat yang berasal dari komunitas yang sama atau yang dianggap mendukung kepentingan komunitas mereka.
Sumber: Lazarsfeld, P.F., Berelson, B., & Gaudet, H., “The People’s Choice” (1944). Studi klasik ini menemukan bahwa pemilih sering kali dipengaruhi oleh kelompok sosial tempat mereka berada.
Pemilih Psikologis
Tipe pemilih ini menunjukkan kesetiaan jangka panjang kepada partai tertentu yang sering kali didasarkan pada identifikasi psikologis atau emosional dengan partai tersebut. Pemilih ini cenderung setia pada satu partai terlepas dari isu atau kandidat yang spesifik.
Sumber: Campbell, A., Converse, P.E., Miller, W.E., & Stokes, D.E., “The American Voter” (1960). Buku ini memperkenalkan konsep party identification, yang menggambarkan hubungan emosional jangka panjang pemilih dengan partai tertentu.
Pemilih Rasional
Pemilih rasional memilih berdasarkan kalkulasi logis terhadap keuntungan atau kerugian pribadi atau masyarakat dari pilihan politik tertentu. Mereka cenderung mempertimbangkan isu-isu spesifik dan memilih kandidat atau partai yang menurut mereka paling mungkin memberi manfaat praktis atau kebijakan yang diinginkan.
Sumber: Downs, A., “An Economic Theory of Democracy” (1957). Downs mengemukakan bahwa pemilih bertindak sebagai aktor rasional yang mengevaluasi pilihan politik mereka berdasarkan kepentingan pribadi.
Pemilih Apatis atau Pasif
Pemilih apatis tidak memiliki minat besar terhadap politik dan biasanya kurang mengikuti isu-isu politik. Ketika memilih, keputusan mereka cenderung dipengaruhi oleh hal-hal sepele, seperti popularitas kandidat atau tekanan sosial, tanpa analisis mendalam tentang isu-isu.
Sumber: Dalton, R.J., “Citizen Politics: Public Opinion and Political Parties in Advanced Industrial Democracies.” Dalton mencatat bahwa meskipun banyak orang memiliki hak suara, sebagian besar tidak aktif secara politik atau menunjukkan minat yang rendah terhadap isu-isu politik.
Pemilih Situasional atau Swing Voter
Pemilih situasional atau swing voter adalah pemilih yang tidak memiliki ikatan kuat dengan partai atau ideologi tertentu dan bisa berpindah-pindah pilihan antar pemilu. Mereka sangat menentukan dalam pemilu karena pilihan mereka bisa berubah tergantung pada situasi saat itu atau kualitas kandidat.
Sumber: Fiorina, M.P., “Retrospective Voting in American National Elections” (1981). Fiorina berpendapat bahwa pemilih ini sering kali membuat keputusan berdasarkan evaluasi kinerja masa lalu kandidat atau partai yang sedang menjabat.
Pemilih Prospektif
Tipe ini memilih kandidat atau partai berdasarkan ekspektasi (harapan besar yang berlebihan) tentang kebijakan di masa depan. Mereka mempertimbangkan janji kampanye atau visi kandidat dan mencoba memprediksi hasil dari pemerintahan yang akan datang jika kandidat tersebut terpilih.
Sumber: American Journal of Political Science, di mana konsep pemilih prospektif sering dibahas dalam konteks perilaku pemilih di negara demokrasi.
Pemilih Partisan atau Loyalis
Pemilih ini menunjukkan kesetiaan jangka panjang terhadap satu partai atau kandidat, sering kali karena identifikasi emosional atau psikologis. Mereka cenderung mendukung partai atau kandidat yang sama dalam berbagai pemilu, terlepas dari isu-isu spesifik atau kandidat alternatif.
Pemilih Retrospektif
Pemilih retrospektif membuat keputusan berdasarkan evaluasi terhadap kinerja masa lalu partai atau kandidat. Jika mereka puas dengan kinerja partai atau kandidat sebelumnya, mereka cenderung memilihnya kembali; jika tidak, mereka mungkin beralih ke pilihan lain.
Pemilih Ekspresif
Pemilih ini melihat proses memilih sebagai sarana untuk mengekspresikan identitas atau keyakinan mereka. Mereka memilih kandidat atau partai yang dianggap paling sesuai dengan siapa mereka atau apa yang mereka yakini, tanpa memikirkan dampak praktis dari pilihan tersebut.
Pemilih Transaksional
Tipologi Pemilih Transaksional merujuk pada jenis pemilih yang mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan keuntungan pribadi atau materiil yang dapat mereka peroleh dari seorang calon atau partai politik. Pemilih ini cenderung memilih berdasarkan janji atau imbalan yang dapat mereka dapatkan dalam bentuk uang, proyek, fasilitas, atau manfaat langsung lainnya. Keputusan pemilih ini bukan didasarkan pada ideologi, visi, atau misi yang lebih luas, melainkan lebih pada pertimbangan pragmatis terkait dengan kebutuhan atau keinginan pribadi.
Ciri-ciri pemilih transaksional antara lain:
Mengutamakan Keuntungan Pribadi
Pemilih ini memilih calon atau partai politik yang menawarkan manfaat konkret atau yang lebih menguntungkan secara langsung bagi mereka.
Pemilihan Berdasarkan Imbalan
Mereka lebih tertarik pada janji atau program yang bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi mereka.
Kurangnya Loyalitas Ideologi
Pemilih transaksional tidak terikat pada ideologi atau visi jangka panjang dari partai atau calon yang mereka pilih.
Secara umum, pemilih transaksional lebih cenderung pada pemilihan yang berbasis “sistem bagi hasil” dan tidak selalu mempertimbangkan kebijakan atau prinsip-prinsip dasar yang lebih besar.
Pemilih Tradisional
Tipologi pemilih tradisional merujuk pada tipe pemilih yang cenderung memilih berdasarkan ikatan kuat dengan faktor-faktor tradisional, seperti identitas sosial, budaya, atau nilai-nilai yang diwariskan secara turun-temurun. Pemilih tradisional biasanya memilih secara konsisten berdasarkan faktor seperti keluarga, agama, etnis, atau komunitas tertentu yang memengaruhi preferensi politik mereka. Tipe pemilih ini umumnya lebih loyal dan tidak mudah berubah pilihan, karena faktor-faktor tersebut dianggap sebagai bagian dari identitas yang mendalam.
Beberapa karakteristik utama dari tipologi pemilih tradisional:
Ikatan Keluarga atau Komunitas
Pemilih tradisional sering kali memilih sesuai dengan preferensi keluarga atau komunitas mereka. Mereka mungkin mendukung partai atau kandidat yang sama seperti yang didukung oleh keluarga atau kelompok masyarakat mereka, karena hal ini sudah menjadi kebiasaan atau norma.
Faktor Agama atau Budaya
Agama dan budaya sangat memengaruhi pilihan politik pemilih tradisional. Mereka cenderung memilih kandidat atau partai yang dianggap mewakili atau melindungi nilai-nilai religius atau budaya mereka. Hal ini terutama berlaku di negara-negara atau daerah yang masyarakatnya sangat berpegang teguh pada tradisi keagamaan atau adat istiadat.
Loyalitas yang Stabil
Pemilih tradisional biasanya memiliki loyalitas yang tinggi terhadap partai atau kandidat tertentu dan cenderung tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu baru atau tren politik sementara. Mereka lebih tertarik pada stabilitas dan keajegan dalam pilihan politik, mengikuti apa yang dianggap “benar” atau “sudah biasa” dalam tradisi mereka.
Kurang Terpengaruh oleh Kampanye Isu Spesifik
Karena faktor tradisional yang kuat, pemilih tradisional kurang responsif terhadap kampanye politik yang berfokus pada isu-isu spesifik atau kebijakan baru. Pilihan mereka biasanya sudah terbentuk berdasarkan nilai-nilai yang mendasar, dan mereka tidak mudah diubah oleh tawaran program baru dari partai atau kandidat lain.
Contoh dalam Praktik:
Di banyak negara, komunitas tertentu cenderung memilih kandidat dari partai yang memiliki kesamaan agama atau etnis dengan mereka. Misalnya, di daerah pedesaan atau wilayah dengan ikatan agama yang kuat, pemilih tradisional cenderung memilih partai atau kandidat yang dianggap mendukung nilai-nilai agama mereka.
Pemilih tradisional memainkan peran penting dalam politik, terutama di masyarakat dengan budaya dan agama yang kuat. Mereka menjadi basis dukungan yang stabil bagi partai tertentu, meski di sisi lain seringkali tidak responsif terhadap perubahan atau kampanye politik yang inovatif.
Pemilih Emosional
Tipologi pemilih emosional merujuk pada tipe pemilih yang membuat keputusan politik atau memilih kandidat berdasarkan respons emosional, seperti rasa takut, harapan, kemarahan, kebanggaan, atau rasa aman, daripada pertimbangan rasional atau ideologis. Pemilih emosional cenderung lebih mudah terpengaruh oleh daya tarik personal kandidat atau kampanye yang memicu perasaan tertentu, daripada oleh analisis mendalam terhadap isu-isu atau kebijakan.
Beberapa karakteristik utama dari pemilih emosional:
Respon Terhadap Daya Tarik Pribadi Kandidat
Pemilih emosional cenderung memilih kandidat yang mereka anggap menarik secara pribadi atau yang memberikan kesan kuat sebagai pemimpin. Misalnya, gaya bicara yang karismatik, kemampuan membangkitkan semangat, atau sikap tegas dari kandidat dapat sangat memengaruhi keputusan pemilih ini.
Dipengaruhi oleh Kampanye Berbasis Emosi
Pemilih emosional mudah terpengaruh oleh kampanye yang menggunakan pesan emosional, seperti narasi yang menyentuh atau iklan politik yang memanfaatkan visualisasi dramatis. Mereka lebih responsif terhadap isu-isu yang dikemas dengan sentuhan emosional, misalnya isu keamanan yang disampaikan dengan nada kekhawatiran atau janji-janji perubahan yang disampaikan dengan harapan tinggi.
Kurang Fokus pada Analisis Kebijakan atau Program
Tipe pemilih ini cenderung kurang tertarik pada rincian kebijakan atau program spesifik yang ditawarkan oleh kandidat. Mereka lebih fokus pada bagaimana kandidat atau kampanye tersebut membuat mereka merasa, daripada apa yang sebenarnya dijanjikan atau rencana konkret yang ditawarkan.
Mudah Terpengaruh oleh Isu-Isu Terkini
Pemilih emosional sering kali lebih mudah terpengaruh oleh isu-isu yang sedang panas atau kontroversial yang dapat memicu respons emosional. Misalnya, dalam situasi krisis ekonomi atau konflik sosial, mereka cenderung merespons dengan memilih kandidat yang menurut mereka dapat “menyelesaikan masalah” atau yang terlihat sebagai pembawa harapan atau solusi cepat.
Contoh dalam Praktik:
Dalam banyak kampanye politik, kandidat yang menggunakan strategi komunikasi emosional berhasil menarik pemilih emosional. Misalnya, kampanye yang mengangkat isu ketakutan akan imigrasi ilegal atau kekhawatiran terhadap kejahatan dapat memicu respons emosional dan memotivasi pemilih untuk mendukung kandidat yang menjanjikan keamanan lebih baik.
Pemilih emosional sering menjadi target penting dalam strategi kampanye, terutama dalam konteks pemilu yang ketat, karena emosi yang kuat bisa memobilisasi pemilih dengan cepat dan efektif. Namun, ketergantungan pada respons emosional ini juga dapat membuat mereka rentan terhadap manipulasi politik atau kampanye yang tidak berdasarkan fakta.
Dalam konteks pemilihan umum di Indonesia, tipologi pemilih yang ideal seharusnya mencerminkan nilai-nilai nasionalis dan patriotis, serta sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Berikut adalah penjelasan mengenai tipologi pemilih yang paling ideal, serta alasan mengapa tipologi ini sejalan dengan hukum Pancasila dan Konstitusi Republik Indonesia:
Tipologi Pemilih yang Ideal: Pemilih Rasional
Pemilih Rasional adalah tipe pemilih yang membuat keputusan berdasarkan pertimbangan logis dan analisis mendalam terhadap kandidat dan kebijakan yang ditawarkan. Tipe pemilih ini ideal dalam konteks Pancasila dan UUD 1945 karena alasan-alasan berikut:
Mengutamakan Keadilan Sosial
Salah satu sila dalam Pancasila adalah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Pemilih rasional akan mengevaluasi kebijakan yang ditawarkan oleh kandidat dan partai politik berdasarkan seberapa baik kebijakan tersebut dapat menciptakan keadilan sosial, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan cara ini, pemilih rasional berkontribusi pada penguatan nilai-nilai sosial yang menjadi salah satu fondasi negara.
Berlandaskan pada Kebijaksanaan dan Kearifan
Pancasila menekankan pentingnya musyawarah dan mufakat. Pemilih rasional cenderung mengedepankan dialog dan pertimbangan yang bijaksana dalam menentukan pilihan politik. Mereka akan mempertimbangkan argumentasi dan fakta dari semua pihak, dan memilih berdasarkan penilaian yang rasional, bukan emosi semata. Ini sejalan dengan prinsip demokrasi deliberatif yang mendasari UUD 1945.
Menghormati Hak Asasi Manusia
Pemilih rasional memahami dan menghormati hak asasi manusia serta kebebasan individu yang diakui dalam konstitusi. Mereka akan memilih kandidat yang berkomitmen untuk melindungi dan menghormati hak asasi semua warga negara, termasuk dalam hal kebebasan berpendapat dan berpartisipasi dalam politik. Ini merupakan bentuk implementasi dari nilai-nilai Pancasila yang menghargai kemanusiaan.
Menjunjung Tinggi Persatuan dan Kesatuan
Dalam konteks keberagaman Indonesia, pemilih rasional akan cenderung memilih berdasarkan visi yang dapat mempersatukan berbagai elemen masyarakat, mengingat pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini sejalan dengan sila ketiga Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia.” Pemilih yang rasional akan memilih kandidat yang dapat menyatukan dan memajukan bangsa, bukan yang memperkeruh perpecahan.
Kesimpulan
Dalam kerangka Pancasila dan UUD 1945, pemilih rasional merupakan tipe pemilih yang paling ideal karena dapat mendorong partisipasi politik yang konstruktif, mendukung keadilan sosial, dan menghormati nilai-nilai demokrasi. Mereka berperan aktif dalam menciptakan pemerintahan yang lebih baik melalui pemilihan berdasarkan analisis yang mendalam, bukan sekadar berdasarkan emosi atau loyalitas buta kepada partai.
Sumber
1. Pancasila dan UUD 1945 – Dokumen resmi negara yang memuat prinsip-prinsip dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Lundberg, E. (2010). “Politik dan Kearifan Lokal dalam Demokrasi Indonesia.” Buku yang membahas prinsip-prinsip demokrasi dalam konteks kearifan lokal Indonesia.
3. Liddle, R.W. (1996). “Leadership and Culture in Indonesia: The Struggle for Democracy.” Buku ini menguraikan pentingnya budaya dan pemikiran kritis dalam konteks pemilih di Indonesia.
Dengan mendasarkan pilihan pada pemilih rasional, diharapkan demokrasi Indonesia dapat berfungsi dengan baik, menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab, dan mendukung kemajuan bangsa.
Studi tipologi pemilih memberikan wawasan tentang cara kerja demokrasi dan kompleksitas perilaku pemilih di berbagai negara dan budaya, memungkinkan partai politik dan kandidat untuk memahami strategi yang paling efektif dalam menarik berbagai tipe pemilih ini.
Disadur dan disintesa oleh Rm. Yudel Neno, Pr
Penulis : RD. Yudel Neno
Editor : YFN
Sumber Berita : Ilustrasi AI dan analisis politik