LopoNTT.com – #filsafat_untuk_semua di akhir Pekan – oleh Sixtus Bere, Projo
Friedrich Schiller (1759–1805), Seorang Filsuf dan Penyair Jerman, pernah mengatakan : “Eifersucht ist das Schicksal der Macht” dan diterjemahkan menjadi kecemburuan adalah takdir kekuasaan.
Dalam hubugannya dengan yang tidak berkuasa, orang yang berkuasa sering kali menjadi sasaran kecemburuan. Mereka yang tidak kebagian kekuasaan sering merasa bahwa mereka lebih layak atau lebih pantas mendapatkan posisi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kecemburuan juga terjadi di antara Penguasa sendiri. Artinya ada konflik dan kecemburuan dari dalam diri kekuasaan sendiri. Dalam politik, pemerintahan, atau organisasi, kecemburuan antar pemimpin atau elit sering kali menyebabkan konflik dan perebutan kekuasaan. Sejarah dan Kitab-kitab kuno bahkan KS dalam agama-agama mencatat bahwa banyak kerajaan, pemerintahan atau organisasi hancur karena kecemburuan internal, paranoid penguasa dan tindakan represif lainnya.
Kalau sudah cemburu, seringkali terarah kepada curiga dan sikap defensif. Inilah awal dari tragedi, yakni kejatuhan, penderitaan, dan nasib buruk, terutama yang menimpa penguasa atau tokoh-tokoh besar. Lawan dan rakyat melihatnya sebagai komedi karena ada kekacauan yang diharapkan, ironi dan absurditas kekuasaan. Lawan dan “kaum awam” adalah subjek atau saksi dari kebodohan kekuasaan ini.
Komedi bisa berakhir dengan tragedi ; Seorang pemimpin yang awalnya ditertawakan mungkin akhirnya menjadi tiran yang membawa kehancuran.
Atau tragedi bisa berubah menjadi komedi ; Rakyat yang awalnya menderita sering kali menemukan cara untuk menertawakan penderitaan mereka, mengubah tragedi menjadi kekuatan moral.
Selamat Beakhir Pekan !!
Oleh Sixtus Bere, Projo
Penulis : Sixtus Bere, Projo
Editor : Yudel Neno, Pr
Sumber Berita : Romo Sixtus