Peran Kaum Muda dalam Melawan Hoaks

- Penulis

Sabtu, 8 Maret 2025 - 02:59 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

LopoNTT.comPeran Kaum Muda dalam Melawan Hoaks; Sebuah Refleksi Filosofis – Kritis – oleh Remigius Ua, S.PdGuru Matematika SMP Negeri Wini dan Penulis Artikel

Dalam era digital yang serba cepat, informasi tersebar dengan mudah, tetapi kebenaran tidak selalu mengikuti kecepatan tersebut. Kaum muda, sebagai generasi yang lahir dan tumbuh dalam kemajuan teknologi, memegang peran penting dalam menyaring, memverifikasi, dan membangun kesadaran akan pentingnya kebenaran. Namun, pertanyaan filosofis yang harus kita renungkan adalah apakah kaum muda sekadar penerima informasi, atau mereka harus menjadi penjaga kebenaran di tengah derasnya arus hoaks?

Hoaks dan Krisis Kebenaran

Filsafat sejak zaman Yunani telah mengajarkan pentingnya kebenaran (aletheia) sebagai fondasi kehidupan yang baik. Plato menegaskan bahwa kebenaran adalah dasar bagi keadilan dan keteraturan dalam masyarakat. Namun, dalam dunia modern, kebenaran sering kali tertutupi oleh kabut hoaks yang menyebar melalui media sosial dan berbagai platform digital. Dalam situasi ini, kaum muda bukan hanya sekadar korban tetapi juga memiliki potensi besar sebagai agen perubahan yang mampu melawan disinformasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jean Baudrillard dalam teori hiperrealitasnya menggambarkan bagaimana dunia modern sering kali dikuasai oleh simulasi (simulacra-salinan tanpa asli) dan tanda-tanda yang menggantikan realitas itu sendiri. Hoaks adalah manifestasi dari realitas semu ini—sebuah dunia yang terlihat nyata tetapi penuh dengan kebohongan. Ketika kaum muda terjebak dalam ekosistem informasi yang tidak jelas antara fakta dan fiksi, mereka menghadapi dilema epistemologis tentang bagaimana membedakan kebenaran dari kepalsuan.

Kaum Muda sebagai Pelopor Kritis

Kaum muda memiliki akses luas terhadap informasi dan teknologi, tetapi akses ini harus dibarengi dengan kemampuan berpikir kritis. Jika tidak, mereka hanya menjadi perpanjangan dari sistem yang menyebarkan informasi tanpa refleksi. Di sinilah pentingnya pendekatan kritis seperti yang dikembangkan oleh Immanuel Kant dalam konsep sapere aude—berani berpikir sendiri.

Kaum muda harus menjadi filter, bukan sekadar transmisi informasi. Untuk itu, ada tiga langkah yang perlu dilakukan oleh kaum muda.

Yang pertama : Mengembangkan Kesadaran Epistemik

Menyadari bahwa tidak semua yang terlihat benar adalah benar. Ini berarti kaum muda harus terbiasa dengan kebiasaan skeptisisme sehat terhadap informasi yang diterima.

Yang kedua : Menumbuhkan Etika Digital

Dalam dunia yang terhubung, setiap individu memiliki tanggung jawab moral untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. Dalam etika Aristotelian, kebiasaan baik (hexis) dalam menyaring informasi harus ditanamkan sejak dini.

Yang ketiga : Berani Melawan Arus

Terkadang, kebenaran tidak populer, dan kaum muda harus siap menghadapi konsekuensi dari melawan narasi yang menyesatkan. Dalam konsep disobedience ala Henry David Thoreau, melawan arus informasi yang menyesatkan adalah bentuk perlawanan yang etis demi keadilan.

Menutup Celah Hoax: Tanggung Jawab Bersama

Melawan hoaks bukan hanya tugas kaum muda, tetapi juga tanggung jawab kolektif masyarakat. Namun, karena kaum muda lebih melek teknologi dan memiliki daya jangkau luas di dunia digital, mereka menjadi garda terdepan dalam perlawanan ini.

Dalam dunia yang semakin dibanjiri informasi, kebenaran bukan lagi sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan harus diperjuangkan. Kaum muda memiliki potensi besar untuk menjadi penjaga kebenaran, bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga untuk masyarakat secara luas. Seperti yang dikatakan Socrates, “Kehidupan yang tidak direfleksikan adalah kehidupan yang tidak layak untuk dijalani.” Begitu pula dalam menghadapi hoaks, kehidupan digital yang tidak dikritisi hanya akan membawa generasi muda semakin jauh dari kebenaran.

Kini, pertanyaannya bukan lagi apakah kaum muda mampu melawan hoaks, tetapi apakah mereka bersedia untuk menjadi pejuang kebenaran di tengah lautan kepalsuan.

 

Penulis : Remigius Ua

Editor : Yudel Neno

Facebook Comments Box

Penulis : Remigius Ua

Editor : Yudel Neno

Sumber Berita : Remigius Ua

Berita Terkait

Artificial Intelligence dan Pengaruhnya dalam Segala Sektor Kehidupan Manusia
Kegilaan Digital dan Kontrol Algoritmik
Membongkar Agenda Setting dan Ekologi Media di Era Viral: Kritik dan Landasan Biblis untuk Kebenaran Publik
Banalitas dan Overprioritasi: Menjustifikasi yang Salah dan Mengurgenkan yang Tak Penting
Bahasa sebagai Kekuasaan Simbolik: Antara Dominasi Sosial Pierre Bourdieu dan Transformasi Spiritualitas dalam Perumpamaan Yesus
Dualisme Mafia antara Hukum dan Politik: Ketika Hukum Dihasilkan dalam Ruang Politik dan Ketika Hukum Dipolitisir
Delapan Wajib TNI dan Uraian Filosofisnya
Cinta Kasih dan Banalitas Kejahatan
Berita ini 25 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 14 Maret 2025 - 00:59 WITA

Artificial Intelligence dan Pengaruhnya dalam Segala Sektor Kehidupan Manusia

Sabtu, 8 Maret 2025 - 02:59 WITA

Peran Kaum Muda dalam Melawan Hoaks

Sabtu, 11 Januari 2025 - 09:27 WITA

Kegilaan Digital dan Kontrol Algoritmik

Kamis, 26 Desember 2024 - 23:33 WITA

Membongkar Agenda Setting dan Ekologi Media di Era Viral: Kritik dan Landasan Biblis untuk Kebenaran Publik

Sabtu, 21 Desember 2024 - 06:26 WITA

Banalitas dan Overprioritasi: Menjustifikasi yang Salah dan Mengurgenkan yang Tak Penting

Berita Terbaru

Opini

Peran Kaum Muda dalam Melawan Hoaks

Sabtu, 8 Mar 2025 - 02:59 WITA

Filsafat

Kecemburuan Kekuasaan: Antara Tragedi dan Komedi

Sabtu, 1 Feb 2025 - 10:45 WITA